Seribu Paragraf Cinta

karena pena bisa mengubah dunia...

Name:
Location: Jakarta, DKI, Indonesia

Tuesday, October 31, 2006

Rindu Hujan

Sepanjang perjalanan menggunakan kereta api pada waktu pulang ke purwokerto dan kembali ke jakarta kemarin, sawah-sawah di daerah jawa barat dan jawa tengah yang biasanya hijau terhampar kini berubah warna menjadi coklat. Kesan segar, sejuk, dan subur yang biasanya kudapatkan berubah menjadi kering kerontang, panas, dan gerah. Di kampung saya, air yang biasanya selalu tersedia mulai menipis. Orang-orang mulai mengambil air ke sungai dan pompa-pompa air mulai minta perhatian ekstra dengan memperdalam pipa-pipanya. Hawa dingin yang biasanya kudapatkan di malam dan pagi hari mulai berubah hangat. Tanah-tanah yang lembab menjadi keras, kering, dan berdebu.

Kemarau yang panjang adalah penyebab itu semua. Sudah sekian bulan air yang biasanya turun dari langit dengan sukarela itu tidak menampakkan titik-titiknya yang bening dan begitu kurindukan. Pergantian musim april-oktober oktober-april yang kupelajari di sekolah dasar dan menengah dulu rupanya tidak berlaku lagi saat ini. Lubang di lapisan ozon dan pemanasan global menyebabkan musim di daerah tropis tidak menentu. Dulu, pernah musim kemarau tetap turun hujan, sekarang sebaliknya.

Di tengah kondisi kering ini, saya benar-benar merindukan datangnya hujan. Hujan yang turun dengan lebat seperti disiramkan oleh bidadari-bidadari langit saja. Allohu ya rabbi, memang kemarau ini adalah akibat kesalahan kami yang merusak alam seperti Kau firmankan dalam kitabMu yang suci pada surat Ar Ruum (30:41).
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Namun, aku memohon padaMu karena Engkau maha pengasih, penyayang, dan pengampun pada umatMu, turunkanlah olehMu hujan yang akan menyirami sawah dan ladang kami. Siramilah juga jiwa kami semua, yang tengah dirundung kegalauan.*)

*) Dari lirik lagu Ebiet G Ade, Menjaring Matahari.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home