Seribu Paragraf Cinta

karena pena bisa mengubah dunia...

Name:
Location: Jakarta, DKI, Indonesia

Sunday, October 15, 2006

Dzalika Khoir


Cerita ini terjadi pada zaman dahulu. Terdapatlah seorang kakek tua yang mempunyai kehidupan pas-pasan untuk makan sehari-hari ia dan anak-anaknya. Namun, sang kakek ini mempunyai seekor kuda nan cantik, bulu-bulunya lembut, halus, dan bersinar. beberapa orang kaya sudah menawar kuda itu dengan harga yang tinggi.
"Sudahlah pak, jual saja kuda itu. Kau akan mendapat harta yang cukup untuk kebutuhan anak-anakmu dan kebutuhan hari tuamu" kata salah seorang tetangganya.
"Buat apa kau mempertahankan kuda itu. Apalagi kau juga harus memberinya makan setiap hari" kata yang lain.
Namun, sang kakek bersikeras tidak menjual harta satu-satunya itu. ia menyayangi kudanya sepenuh hati.

Beberapa waktu kemudian, sang kakek tidak mendapati kuda cantiknya di kandangnya. Kuda kesayangannya itu telah pergi dari rumahnya. Orang-orang segera mencibirnya.
"Wah malang sekali nasibmu. Coba kau jual kudamu waktu itu, tentu kau sudah mendapat uang banyak" kata seseorang.
"Kini baru kau pasti merasa menyesal" ucap yang lain.
Namun, sang kakek tidak merasa demikian. Ia mempunyai pemikiran yang berbeda dari orang-orang di sekelilingnya. Ia merasa bahwa kehilangan kudanya adalah memang yang terbaik yang diberikan Allah.
"Dzalika Khoir. Inilah yang terbaik untuk saya" jawab sang kakek.

Setelah beberapa hari kuda cantiknya pergi, tanpa di duga kuda nan jelita itu kembali ke rumah sang kakek. Bukan saja kembali, namun juga membawa beberapa kuda liar lainnya. Orang-orang segera berkomentar.
"Sungguh mujur... kudamu kembali, dan kau mendapat beberapa kuda lainnya" kata seseorang.
"Ya, alangkah baiknya nasibmu" timpal yang lain.
Namun, sang kakek hanya merasa bahwa inilah yang terbaik yang diberikan oleh Allah.
"Dzalika Khoir..." jawabnya tenang.

Anak laki-laki sang kakek berusaha menjinakkan kuda-kuda liar bawaan kuda cantik ayahnya. Ketika melatih salah satu kuda liarnya, ia terjatuh hingga kakinya patah.
Seperti biasa, orang-orang kembali melempar fatwa.
"Sungguh nasib buruk yang menimpa anakmu" kata seseorang.
"ya, ia harus menjadi cacat dan pincang" kata yang lain.
Lagi-lagi, sang kakek tidak berpikir seperti orang-orang pada umumnya.
"Dzalika khoir... inilah yang terbaik." kata sang kakek mantap.

Beberapa bulan kemudian, negeri tempatnya tinggal dilanda perang dengan negara tetangga. Sang raja membuat mandatori untuk mengumpulkan anak-anak muda penduduk negeri untuk didaftar menjadi tentara, ikut bergabung di medan perang. Anak laki-laki sang kakek bebas dari tuntutan untuk pergi berperang karena ia cacat. Alangkah beruntung sang kakek karena anak laki-lakinya tidak perlu ikut berperang, dan ia masih bisa hidup bersama dengan anak kesayangannya. Namun, kembali ia hanya berucap "dzalika khoir".

Itulah kisah sang kakek, manusia yang selalu berprasangka baik pada Allah, ikhlas dan ridho dengan ketentuanNya.

***---**---***

Tiga bulan yang lalu saya mendapatkan kabar akan dikirim ke Johor Baru, Malaysia, selama 3 hari untuk melakukan Factory Acceptance Test dari equipment HVAC. Alankah senangnya hati saya mendengar kabar itu. Maklum belum pernah ke luar negeri, pasti akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Namun, beberapa hari kemudian manager engineering memutuskan tidak jadi mengirim saya, melainkan senior saya yang lebih berpengalaman, disamping ia juga sudah mempunyai passport, jadi tidak perlu repot-repot lagi membuatnya. Saya merasa kecewa pada waktu itu.

Dalam perjalanan pulang menggunakan sepeda motor, saya masih memikirkan kekecewaan saya itu. Saya juga teringat kisah kakek tua yang selalu berkata "dzalika khoir." Saya berfikir apakah Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik? Apakah memang ini yang terbaik dari Allah? Lalu aku menjawab, tapi apakah ada kabar yang lebih baik dari pergi ke luar negeri? Ah, mungkin saja tidak ada. Tapi bukankah apa yang menurut saya baik belum tentu baik menurut Allah? Akhirnya dengan berat hati sayapun menerima keadaan itu. Hanya saja, masih ada yang mengganjal dalam hati saya. Mungkin Allah memang belum memberi saya kesempatan.

Hari senin senior saya pergi ke Malaysia. Besoknya, saya dipanggil manajer engineering ke ruangannya. Beliau mengatakan ada beberapa hal yang harus diselesaikan di tempat project kami di Surabaya. Seharusnya itu menjadi tanggung jawab senior saya, namun karena ia sedang FAT di malaysia dan keadaan mendesak, saya ditanya apakah siap jika dikirim ke Surabaya. Berbekal apa yang saya tahu di jakarta, saya merasa cukup siap. Besok paginya saya sudah berada di pesawat garuda bersama manajer project, menuju bandara Juanda.

Sepulang dari Surabaya, manajer engineering meminta laporan dari saya tentang masalah yang terjadi dan langkah apa yang saya ambil. Beliau cukup puas dengan laporan saya. Pekan berikutnya kembali saya terbang ke Surabaya, karena saya dianggap sudah pernah kesana jadi akan lebih mudah mengerti. Saat kembali lagi ke Jakarta, manager engineering mengatakan bahwa ia bergantung pada pekerjaan saya di lapangan, ia juga mengatakan cara saya berkomunikasi cukup bagus. Akhirnya, saya dikirim ke Surabaya untuk waktu yang agak lama, sekitar tiga minggu.

Tiga minggu di lapangan bukannya tanpa masalah. E&I Engineer dari client menulis email pada manajemen perusahaan saya bahwa saya tidak capable untuk berada di site karena masih baru dan tidak pengalaman. Ia bilang bahwa ia tidak butuh learner. Manajer engineering membalas email itu, menjelaskan bahwa saya bukan datang ke site dengan tangan kosong, tapi sudah tahu sistem. Saya cukup down dengan kejadian itu, namun berhubung saya sudah terlanjur basah, akhirnya saya lakukan saja apa yang terbaik. Biasanya client engineer complain dengan ini itu, dan akhirnya saya terpaksa bercapek-capek memenuhi keinginannya. Saya tidak peduli lagi apa pendapatnya soal kerjaan saya, saya hanya melakukan yang terbaik yang saya bisa.

Senior saya menyusul ke site, namun ia tidak full time. Lagi-lagi engineer client menulis email pada manajemen perusahaan saya. Namun, kali ini ia complain dengan kinerja senior saya, dan kabar bagusnya ia mengatakan "untungnya ada wahyu, dari pt rpe cuma wahyu yang kerjanya bener."

Akhir bulan, saya pulang ke Jakarta. Cuma untuk beberapa hari. Saya berjanji pada teman-teman hari Selasa sudah berada di lapangan lagi. Ketika teman saya mengajukan laporan pre-commisioning pada client engineer, si client engineer itu tidak mau tanda tangan karena ada beberapa hal yang ia tidak sreg. Si client engineer itu bilang "kalo gitu nanti aja, saya tunggu wahyu kembali kesini, hari selasa"

****---**---****

Hari ke empat belas ramadhan, aku baru pulang dari sholat tarawih berjamaah. Saat itu aku kembali teringat kekecewaanku dulu, saat batal pergi ke Malaysia. Namun, apa yang terjadi kini sungguh tak pernah terbayangkan. Aku mendapatkan pengalaman yang berkali lipat lebih menakjubkan dari sekedar pergi ke Malaysia tiga hari. Saya juga mendapat banyak kenalan senior untuk membuat link pekerjaan saya. Lalu, saya juga mempunyai pengalaman bekerja dengan ekspatriat yang berbahasa inggris. Dan ternyata, hal yang dilakukan di Malaysia oleh senior saya juga saya kerjakan di lapangan, jauh lebih lama dan tesnya lebih lengkap, dan masih banyak pengalaman lain yang tidak sempat saya tuliskan satu persatu. Saya merasa inilah jawaban Allah ketika dulu saya bertanya, apakah ini memang benar-benar yang terbaik yang diberikan Allah? Apalah lagi jawabannya jika bukan inilah yang terbaik untukku.
"Dzalika Khoir..." ucapku dalam kesendirian dan kesunyian malam Darmo kota Satelit, Surabaya. Saya menyesal kenapa baru sekarang saya mengucapkan kata-kata itu, bukankah seharusnya dulu saat saya merasa kecewa. tapi setidaknya saya belajar. Dan saya berjanji untuk selalu berprasangka baik kepada Allah.

Puji syukur saya hanturkan kepada sang khalik yang maha penyayang, yang telah memberi saya beribu nikmat yang tak kan pernah bisa saya hitung. kepadaNya yang mengajarkan saya banyak hal melalui kejadian-kejadian yang saya alami.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home